Surat Buat Bakal Istriku

Surat buat bakal istriku

Ilustrasi oleh Hafizh Dhiyaulhaq

Saat usiaku 15 tahun, munculnya kesadaran akan orientasi seksualku bikin aku takut. Aku pikir aku tidak akan bisa mengalami cinta sejati, lantaran mengimani takdir sudah menggariskan kesepian meski melela atau tidak. Pergumulan orang-orang sepertiku dalam merayakan dirinya merupakan perjalanan penuh gejolak. Mulanya, muncul keraguan akan adanya tempat bagi orang sepertiku di dunia ini diselingi berkelindannya rasa takut akan pandangan orang lain. Perjalananku memang sulit, kerikil dan batu tak luput dari pijakan. Meski begitu, aku bersyukur, pengembaraan yang menuntunku dalam penerimaan ini, juga membawaku kepadamu. 

Jika aku bisa memilih siapa yang bisa hadir dalam hidupku sedari dini, orang itu kamu. Aku berandai, kita yang masih polos, bertemu di sekolah dan seketika tidak terpisahkan. Dalam dunia pengandaian itu, kita mengenali rasa suka berkecambah di antara kita. Aku pikir, kita akan berbagi tawa dan saling tersipu dalam kencan pertama, canggung saat berbalas sentuhan-sentuhan polos. Kamu akan jadi orang yang kuajak ke prom. Kubayangkan, kamu akan jadi ciuman pertamaku. Tapi maaf, sayangnya kamu bukan yang pertama, tapi aku janji, kamu akan menjadi yang terakhir.

Rasa syukurku buatmu tidak lekang oleh waktu.

Terima kasih sudah mengepang rambutku setiap minggu; rambutku mungkin panjangnya semeter, tapi kesabaranmu dalam merawatnya sepenuh hati lebih panjang berkilo-kilo meter.

Terima kasih karena sudah membelikan nasi bungkus untukku setiap aku malas bangkit dari tempat tidur di pagi hari.

Terima kasih karena sudah mendengar semburan cerita akan belalang sembah, permainan arcade, buah eksotik, dan segudang hobi aneh baru yang mungkin aku geluti ke depannya (tentu hobi itu akan semakin unik dan ngasal).

Terima kasih karena sudah meminjamkan baju-bajumu, meski kamu berkukuh bahwa mereka kebesaran untukku.

Terima kasih karena sudah memilih menjalani hidup bersamaku meski kesulitan pasti akan sambang. Kamu tahu hidupmu akan lebih mudah jika kamu tidak tinggal di Indonesia. Pilihanmu untuk menetap adalah bukti kuat akadmu.

Terima kasih sudah menikah denganku lantaran kamu tahu negara ini belum bisa menerima cinta yang kita miliki, apalagi mengakui ikatan dan janji suci kita.

Lewat adamu dalam hidupku, pilihanmu mendampingiku menghadapi setiap ancaman pembunuhan dan cemooh media sosial, kamu mengajariku mencintai dengan sebenar-benarnya. Kebersamaan kita memang tak lepas dari risiko. Tapi, aku pastikan kebersamaan kita setiap harinya akan sepadan.

Hari ini, aku nyatakan ikrarku buatmu. Tulisan ini, sewujud penghargaanku terhadapmu, terhadap cinta kita dan masa depan kita.

Aku akan menulis lagu cinta untukmu. Petualangan dalam keseharian kita menginspirasiku, tentang bunyi derit pintu yang terbuka saat kamu sampai rumah, sentuhan jemari kita yang bertaut, atau manik di matamu. Lewat tiap melodinya, aku mengajakmu meresapi kedalaman cintaku.  Aku harap segala lagu yang direkam spontan sampai yang dikerjakan secara profesional membuat cintaku teresonansi ke dalam setiap sendimu.

Seperti kamu yang tidak hentinya mendukung karya seni dan aktivismeku, aku akan mendukung setiap aspirasi dan upayamu untuk mencapainya. Kamu mungkin tahu, aku selalu terkagum dengan ketekunanmu menjalani praktik artistikmu. Karyamu satu dari sekian alasan aku jatuh cinta padamu. Melihatmu berkutat dengan kekaryaan, menginspirasiku, dan aku berharap dunia ini bisa berbagi kekaguman yang sama denganku. Harapku, kamu menyadari hal itu. Kamu pantas dikagumi.

Ketika kamu kesal dengan apa yang terjadi di dunia atau kepada dirimu sendiri, aku akan selalu ada di sisimu dalam setiap goncangan dan hiruk-pikuknya. Sungguh menyakitkan melihatmu menderita, meski aku tahu keberanianmu melebihi hujatan dan cemooh orang. Ketika hidup terasa salah, aku akan ada bersama membenahinya.

Akan ksuguhkan kasih sayang lewat masakan rumah dari sepenjuru dunia. Entah itu pizza berkulit gosong khas Napolitan, panekuk daun bawang Taiwan yang renyah, atau sambal fermentasi rumahan. Makananmu bakal dibumbui kasih dan menjelajahi tiap jengkal palet rasa di lidahmu. Kamu tidak akan pernah lapar. Makananmu tidak akan pernah kekurangan bumbu dan hambar. Bersama-sama, kita berdua akan mengeksplorasi kreativitas melalui rasa.

Ingat kata-kataku: Meski akan ada banyak penolakan, aku akan jajaki setiap kemungkinan agar bisa menjadi ibu seperti cita-cita kita. Ketika kita sudah punya anak, aku akan selalu mencintai mereka dan merawat mereka dalam kasih dan lingkungan penuh empati. Mereka akan didukung untuk menjadi dan merayakan dirinya. Mereka akan belajar tentang dunia yang penuh ide dan keceriaan-keceriaan ganjil, mendengar alunan disko, dan merasakan cinta tanpa syarat kita. Aku sudah bisa membayangkan kamu menggendong anak-anak kita dan memakaikan mereka kaos kaki mungil di pagi hari. Aku tahu kamu akan menjadi ibu yang luar biasa dan menurunkan hal terbaik dari masa kecil kita.

Bagi banyak orang, mengekspresikan diri sebagai queer sama dengan mengambil risiko kehilangan teman dan keluarga. Namun, denganmu, aku menemukan sahabat, keluarga, dan aku belajar bahwa cinta kita melebihi rasa sakit yang kita terima dari berbagai prasangka. Kamu membentukku menjadi seniman, aktivis, dan individu yang lebih baik. Kamu selalu menyematkan senyumku ketika bernyanyi di panggung. Kamu memotivasiku untuk mengerjakan proyek yang menantang kreativitasku. Bersamamu, aku berjuang untuk menciptakan dunia yang penuh kasih dan penerimaan, khususnya demi masa depan anak-anak kita.

Hukum yang ada mungkin tidak mengakui cinta kita. Masyarakat mungkin melihat kita sebagai pendosa yang tidak pantas untuk menikah. Namun, hubungan kita lebih besar dari cemooh dan kebencian mereka. Kebanggaan atas diri kita sendiri, menutupi pengihaan mereka. Our love is queer, rebellious, and inherently ours. Kita mungkin tidak sempurna, tapi cinta kita sempurna.

Love, 

Your Future Wife

Related Posts

Scroll to Top